Tentang




SEJARAH

Secara geografis Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) terletak antara 106º51`-107º02`BT dan 6º41`-6º51` LS. Secara administrastif Taman Nasional ini termasuk dalam wilayah tiga Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur dengan total luasan 24.270,80 Ha.

Kawasan TNGGP memang sudah dikenal secara internasioanl sejak zaman dahulu kala, saat para pengembara barat (para peneliti botani Belanda) mampir di kawasan ini. Secara nasional, kawasan konservasi di kompleks Gunung Gede Pangrango mempunyai arti penting dalam sejarah konservasi dan penelitian botani, karena wilayah ini merupakan kawasan konservasi yang pertama di Indonesia ditetapkan sebagai Cagar Alam Cibodas, pada tahun 1889. Perjalanan sejarahnya mulai dari Cagar Alam Cibodas sampai menjadi Balai Besar TNGGP bisa diikuti runtutan kilas balik di bawah ini :

  1. Berdasarkan Besliut van den Gouverneur General van Nederlandsch Indie 17 Mei 1889 No. 50 tentang Kebun Raya Cibodas dan areal hutan di atasnya ditetapkan sebagai contoh flora pegunungan Pulau Jawa dan merupakan cagar alam dengan luas 240 Ha. Selanjutnya dengan Besluit van den Gouverneur General van
    Nederlandsch Indie 11 Juni 1919 No. 33 staatsblad No. 329-15 memperluas areal dengan hutan di sekitar Air Terjun Cibeureum.
  2. Tahun 1919 dengan Besliut van den Gouverneur General van Nederlandsch Indie 11 Juli 1919 No. 83 staatsblad No. 392-11 menetapkan areal hutan lindung di lereng Gunung Pangrango dekat desa Caringin sebagai Cagar Alam Cimungkad, seluas 56 ha.
  3. Sejak tahun 1925 dengan Besliut van den Gouverneur General van Nederlandsch Indie 15 Januari 1925 No. 17 staatsblad 15 menarik kembali berlakunya peraturan tahun 1889, menetapkan daerah puncak Gunung Gede, Gunung Gumuruh, Gunung Pangrango, dan DAS Ciwalen Cibodas sebagai Cagar Alam Cibodas dengan luas 1040 Ha.
  4. Daerah Situgunung lereng Selatan Gunung Gede dan bagian Timur Cimungkad ditetapkan sebagai taman wisata seluas 100 Ha, melalui SK Menteri Pertanian No. 461/Kpts/Um/31/75 tanggal 27 November 1975.
  5. Unesco pada tahun 1977 menetapkan, kompleks Gunung Gede Pangrango dan wilayah di sekitarnya yang dibatasi jalan raya Ciawi – Sukabumi – Cianjur sebagai Cagar Biosfer Cibodas, dengan kawasan konservasi sebagai zona inti Cagar Biosfer Cibodas.
  6. Pada tahun 1978, bagian-bagian lainnya, seperti kompleks hutan Gunung Gede, Gunung Pangrango Utara, Cikopo, Geger Bentang, Gunung Gede Timur, Gunung Gede Tengah, Gunung Gede Barat, dan Cisarua Selatan ditetapkan sebagai Cagar Alam Gunung Gede Pangrango dengan luas 14.000 Ha.
  7. Dengan diumumkannya lima buah taman nasional pertama di Indonesia oleh Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980, maka kawasan Cagar Alam Cibodas, Cagar Alam Cimungkat, Cagar Alam Gunung Gede Pangrango, Taman Wisata Situgunung, dan hutan alam di lereng Gunung Gede Pangrango, berstatus sebagai TNGGP, dengan luas 15.196 Ha.
  8. Melalui SK Menteri Kehutanan No. 174/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 kawasan TNGGP diperluas dengan areal hutan di sekitarnya menjadi 22.851 Ha.
  9. Di awal tahun 2007, melalui SK Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007 tanggal 01 Februari 2007, UPT Balai TNGGP ditingkatkan dari eselon III menjadi eselon II dengan nama Balai Besar TNGGP.
 

VISI dan Misi



Visi dan Misi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

      Visi

Sebagai Pusat  Konservasi Hutan Hujan Tropis Pegunungan di Pulau Jawa yang Bermanfaat untuk  Mendukung Pembangunan Wilayah dan Masyarakat

      Misi

  1. Mempertahankan tipe ekosistem hutan hujan tropis pegunungan sebagai system penyangga kehidupan yang menunjang pengembangan pendidikan dan penelitian;
  2. Mempertahankan populasi owa jawa, macan tutul dan elang jawa;
  3. Mewujudkan fungsi pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam ekosistem hutan hujan tropis pegunungan dalam kerangka cagar biosfer Cibodas untuk mendukung pembangunan wilayah dan kehidupan masyarakat.

Best of Landscape





OPERASI BERSIH GUNUNG GEDE – PANGRANGO 


Tujuan dari kegiatan ini, yaitu membersihkan sampah pada jalur pendakian; meningkatkan partisipasi kesadaran pendaki yang berwawasan lingkungan; serta meningkatkan kecintaan pada bangsa dan negara melalui efektivitas masyarakat peduli kepada lingkungan.

KEPAK SAYAP “KALINA” SANG BURUNG GARUDA



Satwa identik dengan Burung Garuda yang akan dilepasliarkan ini merupakan penyerahan dari Balai Besar KSDA Jawa Barat diberi nama “KALINA”dan direhabilitasi selama ± 21 bulan oleh tenaga keeper internal taman nasional bekerjasama dengan Pusat Penyelamatan Satwa Elang Jawa (PPSEJ) Loji – Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Hingga akhirnya tim kesehatan bersama PPSEJ-Loji – (TNGHS) melaksanakan pemeriksaan kesehatan, penilaian perilaku dan survei lokasi pelepasan dengan hasil “sudah siap release”. Habitat yang nantinya menjadi lokasi pelepasliaran sudah refresentatif ideal untuk keberlangsungan hidup Elang Jawa, hal tersebut ditandai dengan penetapan site monitoring sejak tahun 2015, “Keberadaan Elang Jawa di TNGGP cukup terjaga, di site monitoring sendiri terdapat 8 individu Elang Jawa. Hal ini membuktikan bahwa ekosistem hutan TNGGP masih stabil, sehingga Elang Jawa dapat hidup dan berkembang biak dengan baik” ucap Kepala Balai Besar, Sapto Aji Prabowo dalam sambutannya.



PERKUAT TATA KELOLA PENDAKIAN, BBTNGGP BERSAMA STAKEHOLDER “NGALIWET”

Bumi perkemahan Bobojong Gunung Putri menjadi “saksi bisu” pelaksanaan sosialisasi penutupan pendakian di TNGGP. Dihadiri Kepala Balai Besar dan Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (FORKOPIMCAM) antara lain Camat Pacet, Kapolsek Pacet, Danramil Pacet serta stakeholder lainnya.